Jakarta (parlemenbanten.com) – Meski harus menghadapi berbagai tantangan global yang tercermin dari konflik geopolitik di Timur Tengah dan pengetatan kebijakan moneter negara maju, perlambatan ekonomi global, dan perubahan iklim, perekonomian Indonesia tetap mampu tumbuh solid di triwulan ketiga 2023. Kinerja perekonomian Indonesia tersebut, terhitung masih lebih baik dibandingkan dengan Tiongkok, Malaysia, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. Jerman dan Arab Saudi bahkan mengalami kontraksi pada triwulan ketiga 2023 ini.
“Di tengah berbagai resiko global, ekonomi Indonesia masih mampu menunjukkan ketahanannya dengan tetap tumbuh positif 4,94% (yoy) atau 5,05% (ctc),” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Konferensi Pers: PDB Kuartal III 2023 serta Stimulus Fiskal di Selasar Loka Kertagama Kemenko Perekonomian secara hybrid, Senin (6/11/2023).
Pemerintah tidak hanya menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun juga memiliki kualitas yang baik. Untuk itu, Pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dengan menjaga inflasi dan menyalurkan insentif. Pemerintah juga mendorong permintaan domestik merupakan strategi kebijakan Pemerintah di jangka pendek untuk dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penambahan bantuan sosial dan stimulus fiskal sektor perumahan juga didorong untuk menjaga daya beli masyarakat dan mendorong investasi.
Secara lebih rinci, capaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga tahun 2023 ditopang oleh pertumbuhan positif dari hampir seluruh komponen pengeluaran maupun lapangan usaha. Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama dengan tumbuh 5,06% (yoy) seiring tetap terkendalinya inflasi yang turut menjaga daya beli masyarakat.
Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang mencerminkan aktivitas investasi dan realisasi pembangunan infrastruktur Pemerintah juga mengalami peningkatan 5,77% (yoy). Meski demikian, kinerja ekspor memperlihatkan penurunan 4,26% (yoy) di tengah perlambatan ekonomi mitra dagang utama Indonesia dan rendahnya harga komoditas ekspor utama Indonesia.
Sementara dari sisi lapangan usaha, hampir seluruh sektor tumbuh positif dan ditandai dengan sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh ekspansif mencapai 14,74% (yoy) sejalan dengan peningkatan mobilitas masyarakat. Industri manufaktur atau pengolahan yang masih menjadi kontributor pertumbuhan terbesar dengan ditopang oleh kuatnya permintaan domestik juga tumbuh 5,2% (yoy) dengan share ke PDB mencapai 18,75% (yoy).
“Dari sisi permintaan domestik, kita berterima kasih, di sektor industri pengolahan share-nya tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi yaitu 5,20% dan kuatnya industri pengolahan juga sejalan dengan kenaikan PMI yang ekspansif berturut-turut,” ujar Menko Airlangga.
Terkait perekonomian secara spasial, pada kuartal ketiga tahun 2023 di seluruh pulau juga tumbuh positif. Pertumbuhan tersebut didominasi oleh Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,12%. Namun, terjadi peningkatan peran perekonomian di kawasan Sumatera, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua. Pertumbuhan ekonomi regional tertinggi terjadi di wilayah pulau Sulawesi dan wilayah Maluku-Papua yang ditopang oleh industri pengolahan logam dasar.
Sementara itu, inflasi Indonesia masih berada di kisaran target 2,56% pada bulan Oktober 2023. Tingkat pengangguran turun ke 5.32% (yoy) dan jumlah orang yang bekerja bertambah menjadi 139,85 juta untuk bulan Agustus 2023. Tingkat kemiskinan dan kemiskinan ekstrim juga menunjukkan penurunan masing-masing ke level 9,36% dan 1,12% untuk bulan Maret 2023.
“Peningkatan penyerapan tenaga kerja dan upaya nilai tambah ekonomi terus harus dilanjutkan terutama pembangunan berbagai kawasan industri termasuk kawasan ekonomi khusus,” lanjut Menko Airlangga.
Dalam konferensi pers tersebut, juga disampaikan bahwa Pemerintah melakukan penguatan sektor perumahan untuk menopang pertumbuhan ekonomi di tengah meningkatnya risiko ketidakpastian melalui pemberian stimulus fiskal. Pemerintah memberikan dukungan rumah komersial di bawah harga Rp5 miliar dengan pemberian PPN DTP 100% sampai dengan Rp2 miliar dari bulan November 2023 hingga Juni 2024, serta PPN DTP 50% sampai dengan Rp2 miliar dari bulan Juli hingga Desember 2024.
Selain itu, Pemerintah juga memberikan dukungan rumah Masyakat Berpenghasilan Rendah berupa pemberian bantuan Biaya Administrasi (BBA) selama 14 bulan dari bulan November 2023 hingga Desember 2024. Kemudian untuk memberikan dukungan rumah masyarakat miskin, Pemerintah telah menambah target bantuan rumah Sejahtera Terpadu (RST) menjadi sebesar Rp20 juta per rumah untuk 1.800 rumah pada bulan November dan Desember 2023.
Menjawab pertanyaan awak media perihal penurunan ekspor dan langkah-langkah Pemerintah untuk menanganinya, Menko Airlangga menjelaskan bahwa harga komoditas ekspor saat ini relatif lebih rendah dari tahun lalu dan juga diikuti dengan demand yang relatif melemah.
”Beberapa kebijakan yang dilakukan Pemerintah, termasuk untuk dalam negeri adalah memperbolehkan sektor manufaktur yang biasanya ke dalam negeri 50% direlaksasi menjadi boleh lebih dari 50%. Dari PMK-nya sudah bisa, kemudian dari Menteri Perindustrian kami sudah minta untuk direvisi regulasinya, sehingga ini bisa lebih untuk mendorong. Kemudian tentu dari segi demand memang nanti akan ada penyesuaian. Kita tahu bahwa global ini wait and watch juga terkait dengan perkembangannya. Oleh karena itu kami tetap optimis bahwa ekspor impor akan terus didorong dan kita juga akan melakukan evaluasi terhadap Devisa Hasil Ekspor karena DHE belum maksimal dalam 3 bulan ini,” pungkas Menko Airlangga.
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Menteri Keuangan dan Direktur Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (Red)